Kamis, 28 Maret 2013

HUT GGP ke-90

SEJARAH SINGKAT AWAL BERDIRINYA GEREJA GERAKAN PENTAKOSTA (PINKSTERBEWEGING) A.REV. JOHANNES GERHARD THIESSEN, SR Menelusuri Sejarah Gereja Gerakan Pentakosta (Pinksterbeweging) tidaklah dapat dipisahkan dengan tokoh pendirinya Rev. Johannes Gerhard Thiessen Sr. yang di kalangan GGP lebih populer dipanggil Papa Thiessen. Rev. Johannes Gerhard Thiessen, lahir di Kitchkas Ukraina pada tanggal 22 November 1869. Beliau berasal dari Keluarga yang mengasihi Tuhan. Pada suatu hari di tahun 1888, Tuhan berfirman kepada keluarga Thiessen dan juga kepada Johannes Gerhard Thiessen : “Kamu menjadi utusan-Ku di Sumatera, Aku akan membukakan pintu gerbang bagimu”. Visi tersebut terus-menerus menggema dalam hati dan jiwa pemuda Johannes Gerhard Thiessen, untuk datang melayani Tuhan di Indonesia. Pada usia 25 tahun Johannes Gerhard Thiessen, menetapkan hatinya untuk belajar Teologia di Seminari ST. Chrischona di Switzerland. Disana ia menekuni pelajaran Teologia hingga tamat. Setelah tamat dari Sekolah Seminari ST. Chrischona tersebut, Thiessen muda ini melengkapi diri untuk menjadi utusan Injil dan ia belajar Ilmu Kedokteran di Rotterdam. Karena Visi yang diperoleh dari Tuhan ia harus melayani di Sumatera, maka Thiessen muda ini belajar bahasa Batak. Selama Thiessen muda ini belajar Ilmu Kedokteran di Rotterdam, Tuhan rupanya memberikan penolong yang sepadan kepadanya, seorang gadis yang bernama Anna Maria Vink, yang dikenal beliau sewaktu belajar disana, kemudian gadis ini menjadi isteri yang setia mendampingi Papa Thiessen dalam melayani Tuhan di Indonesia, sampai akhir hidupnya. B.MENUJU KE SUMATERA Pada tahun 1901, Papa Thiessen bersama isterinya, berangkat ke Indonesia dari Negeri Belanda, diutus oleh Doopgezinde Kerk, sebagai Guru Injil (Zending Leeren), dengan tujuan daerah Sumatera Utara, khususnya untuk melayani suku Batak. Mula-mula Papa Thiessen membawa Injil yang holistik, maksudnya sambil melayani Jemaat, beliau juga melayani kesehatan masyarakat disekitarnya. Untuk itu ia mendirikan Gereja, juga mendirikan Rumah Sakit. Ketika melayani di Pulau Sumatera ini, tepatnya di Pekantan selama 13 (tiga belas) tahun, Papa Thiessen dikaruniai 3 (tiga) orang putera dan 3 (tiga) orang puteri. C.KEMBALI KE BELANDA Pada tahun 1916, karena tugasnya di Sumatera selesai, maka Papa Thiessen dan keluarganya kembali ke Negeri Belanda. Ketika itu, di Amerika Serikat sedang dilanda Gerakan Pentakosta, yang kemudian gerakan tersebut sampai di Benua Eropa, khususnya Negeri Belanda. Kebangunan Rohani terjadi di mana-mana, dan Kuasa Roh Kudus dinyatakan dalam setiap Kebaktian Kebangunan Rohani. Pada waktu di Eropa Ev. J. Thiessen banyak mendengar dan mengikuti Kebaktian Kebangunan Rohani. Di Swiss Beliau bertemu dengan perkumpulan Pinkster yang pertama dan dalam salah satu kebaktian yang diikuti, beliau dibaptiskan dengan Roh Kudus. Setelah menerima api Pinkster, Beliau pergi ke Jerman Barat. Papa Thiessen di Jerman, berkenalan dengan Pastor Jonathan Paul, perintis Pinksterbeweging (Gerakan Pentakosta) di Jerman, dan juga berkenalan dengan Br. Roelof Polman, Pinksterbeweging di Belanda, kemudian beliau mengalami kepenuhan Roh Kudus, Tuhan memperbaharui Visi dan Misi pelayanannya, Roh Kudus menggerakkan hati beliau untuk kembali ke Indonesia dan mengabarkan Injil sepenuh. D.BERANGKAT KE JAWA Lima tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1921 Papa Thiessen dan keluarganya, berangkat dari Negeri Belanda menuju Indonesia. Beliau merintis Pinksterbeweging di Pulau Jawa, sesuai dengan Visi baru yang diterimanya, dengan predikat Evangelist (Penginjil Penuh). Beliau bekerjasama dengan Pelopor Aliran Pentakosta lainnya yang telah melayani di Indonesia terlebih dahulu, seperti Br. Van Klavern, Br. Groesbeek dan Br. Bernard dari Liverpool Inggris. E.PENCETUS API PENTAKOSTA Sebenarnya beliau itu merupakan pencetus Api Pentakosta di Indonesia yang telah berkobar di Amerika Serikat dan kemudian menjalar sampai ke Benua Eropa, ini merupakan Gerakan yang hebat dari Roh Kudus, yang mengingatkan kita kembali pada pencurahan Roh Kudus pada Zaman Rasuli di hari Raya Pentakosta, sehingga mendapat julukan PENTECOSTAL MOVEMENT. Orang Belanda menamainya PINKSTERBEWEGING, orang Jerman menyebutnya PFINGSTBEWEGUNG. Rev. J. Thiessen Sr memperkenalkan pekerjaan Roh Kudus itu di tanah air kita sebagai Pinksterbeweging. Beliau hanya berdiri teguh pada Firman Allah. Mempraktekkan kembali apa yang Para Rasul telah lakukan pada tahun pertama itu, sebagai lanjutan dari pekerjaan Tuhan Yesus Kristus itu sendiri. Pinksterbeweging makin berkembang, di sana-sini lahir jemaat baru, terdiri dari orang-orang yang percaya pada pekerjaan Roh Kudus, orang-orang yang terlepas dari pada tekanan-tekanan, orang-orang yang sembuh dari penyakit dahsyatnya, orang-orang yang terlepas dari kuasa-kuasa si jahat, roh-roh setan. Rev. Thiessen Sr tetap berpendirian, bahwa Umat Kristen Pentakosta ini bukanlah suatu Persekutuan Gerejani, beliau sebenarnya pantang menyebut jemaatnya sebagai Pinksterbeweging Kerk, tetapi pada hakekatnya tetap Pinksterbeweging, tok !. Hampir bersamaan waktunya dari Timur Pulau Jawa tercetus Api Pentakosta di bawah pelayanan seorang Amerika keturunan Belanda Rev. Croesbeek kemudian setelah berkembang pesat di Pulau Jawa kedua kelompok besar ini berfusi di Cepu, karena itu tidaklah heran kalau lama-kelamaan timbul banyak kelompok, berkat menjalarnya Api Roh Kudus itu ke berbagai tempat (masih zaman penjajahan Belanda) : Pinksterkerk – Pinkstergemeente – Pinksterzending dan sebagainya, di samping Pinksterbeweging, namun semuanya tetap suatu Gerakan Pentakosta (Pentecostal Movement). Kebangunan Rohani yang pertama dilaksanakan di Cepu Jawa Timur pada tanggal 29 Maret 1923. Tanggal 29 Maret 1923 tersebut akhirnya dijadikan tanggal berdirinya Pinksterbeweging di Indonesia. Dalam Kebangunan Rohani ini, kuasa Roh Kudus dinyatakan, banyak mujizat terjadi, yang sakit disembuhkan, banyak yang hadir menerima baptisan Roh Kudus, baik tua maupun muda. Dari Kota Cepu ini, Api Roh Kudus terus mengalir ke Surabaya, melalui Kebaktian Kebangunan Rohani tanggal 12 April 1923¸ dan pada tanggal 20 Mei 1923 di Kota Bandung. F.PAPA THIESSEN MEMILIH JAWA BARAT Perkembangan selanjutnya, para Pelopor Pinksterbeweging tersebut kemudian membagi wilayah pelayanan mereka, dan Papa Thiessen memilih Bandung sebagai basis pelayanan Pinksterbeweging yang dirintisnya. Pada permulaannya, Papa Thiessen menyewa gedung Pengadilan Negeri di Kota Bandung (Gedung Landraadzaal), sebagai tempat Kebaktian, sebab pada malam hari gedung tersebut tidak digunakan. Setiap kebaktian yang dilakukan, mengundang banyak perhatian pengunjung dan kuasa mujizat banyak dinyatakan. Banyak yang bertobat dan lahir baru, yang sakit disembuhkan dan banyak yang menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat Pribadi. Suatu saat Papa Thiessen pernah mengatakan : ”Pada hari biasa orang-orang jahat diadili dan dijatuhi hukuman di ruangan ini, tetapi dalam kebaktian ini mereka yang bertobat dari segala dosa dan kejahatannya, menerima anugerah pengampunan dari Hakim yang Agung yaitu Yesus Kristus”. Ada beberapa orang yang telah lama tekun berdoa untuk dipenuhi dengan Roh Kudus, akhirnya mereka menerima kepenuhan Roh Kudus, antara lain : Mama Litson, Keluarga Teffer, Keluarga Kuilenberg, Keluarga Daroop dan lain-lain. Dalam waktu relatif singkat kebaktian dalam ruangan tersebut sudah tidak dapat menampung para pengunjung yang semakin banyak, sehingga timbul hasrat untuk membangun Gereja sendiri. Suatu saat Tuhan menggerakkan hati Zr. Trees Kuilberg, untuk memberikan tanah dan rumahnya di Litsonlaan (sekarang Jl. Marjuk No. 11) untuk dibangun Gedung Gereja. Turut campur Tuhan semata, sehingga selesai juga pembangunan Gereja Pinksterbeweging yang pertama di Bandung yang diberi nama “Bethel”. Gedung Gereja baru ini dapat menampung ± 300 orang, di tempat inilah Papa Thiessen yang kemudian dibantu oleh anak-anaknya dan pelayan-pelayan Tuhan lainnya mengabarkan Injil dengan penuh kuasa dan heran. Sesuai ketentuan Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia tentang Pekabaran Injil, maka Papa Thiessen mengajukan permohonan untuk memberitakan Injil di Daerah Jawa Barat, dan pada tanggal 04 April 1924 Papa Thiessen menerima Surat Keputusan Gouvernuer Generaal Nomor : 28, tertanggal 04 April 1924 dari Gouvernuer Generaal Buitenzorg, sehingga pelayanan Papa Thiessen diakui dan jangkauan pelayanannya semakin meluas di kota-kota lainnya. G.BERKEMBANG KE BATAVIA Kira-kira dua tahun kemudian Pinksterbeweging meluas ke Kota Jakarta (waktu itu namanya Batavia). Mula-mula seorang Ibu dari Jakarta berkunjung ke rumah Keluarga Teffer, Ibu ini melihat ada perubahan besar pada Keluarga Teffer, dan dia mendengarkan kesaksian-kesaksian, sehingga mulai terbuka hatinya untuk datang dalam Kebaktian Rohani itu. Sekembalinya ke Batavia, ia bersaksi kepada keluarganya mengenai apa yang disaksikan dan dialaminya tentang Kebaktian Pinksterbeweging, sambil memberikan beberapa majalah “Dis is Het” yang dibawanya dari Bandung. Waktu mama Wetters membaca majalah tersebut ia berkata : “Inilah Kebenaran, undanglah tuan Thiessen datang ke sini”. Itulah pertama kali Pinkster di Jakarta, yaitu di rumah Keluarga Wetters di Jl. Kebon Sirih No. 49 Jakarta. Beberapa kerabat keluarga Wetter diundang antara lain Keluarga Hoogwinkel dan Keluarga De Siso. Papa Thiessen berkhotbah mengenai kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali dan semua yang mendengarkan Firman Allah tersentuh hatinya dan kemudian menjadi saksi-saksi hidup (kemudian Br. Hoogwinkel menjadi hamba Tuhan Pinksterbeweging di Negeri Belanda). Jemaat Pinksterbeweging di Jakarta berkembang pesat, kemudian mereka menyewa sebuah rumah di Jl. Kwitang No. 6 Jakarta Pusat. Jiwa-jiwa yang dimenangkan kemudian minta dibaptiskan dalam air, termasuk diantaranya putera Papa Thiessen sendiri yaitu Hendrik Thiessen (Rev. H. Thiessen / Bapa Rohani GGP) dan Nona Adriana Wetters (Isteri Rev. H. Thiessen). Dalam Kebaktian-kebaktian mujizat Allah dinyatakan, banyak orang menerima Yesus sebagai Juru Selamat, banyak yang disembuhkan dan dipenuhi Roh Kudus. Pada Kebaktian yang diadakan di Gedung Loge, di antara para pengunjung, juga hadir dokter-dokter, profesor yang bermaksud ingin mengadakan penyelidikan perkara ini, dan pada waktu itu hampir boleh dikatakan seluruh Jakarta berbicara mengenai Pinksterbeweging. Kemudian timbullah tantangan dari golongan yang tidak menginginkan perkembangan Pinksterbeweging dan justru tantangan ini datangnya dari kalangan umat Kristen sendiri yang tidak mengerti dan tidak mau menerima kenyataan pekerjaan Roh Kudus. Melalui surat kabar Papa Thiessen difitnah, bahwa ajarannya adalah ajaran sesat, sekte bidat dan sebagainya. Suatu saat pernah Papa Thiessen dipanggil Pengadilan dan didenda sebesar 25 Golden, karena Papa Thiessen mengadakan Kebaktian dengan mujizat-mujizat terutama “Kesembuhan Illahi”. Papa Thiessen menolak segala tuduhan yang mengatakan ia pembawa sekte atau aliran kepercayaan baru karena beliau berdiri atas dasar yang teguh yaitu Firman Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh Tuhan Yesus: “Pergilah kamu ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang percaya : mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan bicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka : mereka akan menumpangkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan disembuhkan” ( Markus 16 : 15 - 18 ). Papa Thiessen dengan dibantu oleh beberapa Hamba Tuhan Pinksterbeweging mengirim Telegram kepada Ratu Wilhelmina yang berisi kira-kira 100 kata, memohon kepada Pemerintah Hindia Belanda yang telah memperjuangkan kebebasan beragama selama delapan puluh tahun, supaya memberikan ijin kepada Papa Thiessen untuk diberikan kebebasan mengabarkan Injil. Tanpa mendapat rintangan Telegram tersebut dijawab dengan Surat Keputusan dari Kerajaan Belanda yang menyatakan : “Jangan menghalang-halangi Pinksterbeweging ini“. Dengan Keputusan ini maka oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada waktu itu mengeluarkan Surat-surat Keputusan, yang memberikan ijin kepada Pinksterbeweging untuk mengabarkan Injil ke seluruh Pulau Jawa, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Surat-surat keputusan tersebut ( terlampir ) : 1.Surat Keputusan, No : 24, tertanggal Cipanas 02 Juli 1931. 2.Surat Keputusan, No : 23, tertanggal Batavia 20 September 1934. 3.Surat Keputusan, No : 35, tertanggal Batavia 10 Oktober 1934. Sementara itu Jemaat di Jakarta berkembang terus, sehingga akhirnya Papa Thiessen mengambil alih sebuah gedung bekas Gereja Methodis di Jl. Kramat Soka No. 4 (sekarang GGP “Ecclesia Christi”). Ketika pecah perang, Gereja Pinksterbeweging di Kramat Soka ini pernah diduduki oleh tentara Inggris, kemudian atas usaha Rev. Henk Thiessen akhirnya Gedung ini dikembalikan kepada Pinksterbeweging. Saat ini Pinksterbeweging sudah merupakan Gereja yang dikenal sebagai Gereja Gerakan Pentakosta (GGP). Sebelum Tuhan Yesus Kristus kembali sebagai Pengantin Lelaki, maka Roh Kudus bekerja untuk mengembalikan umat Tuhan pada jalan-Nya yang benar agar tidak terhilang untuk selama-lamanya. Kelompok Besar Pentakosta telah diakui oleh dunia Kristen sebagai kelompok The Third Power, kuasa ketiga, disamping Kelompok besar Katolik dan Protestan. Rev. Johannes Gerhard Thiessen Sr kembali ke Allah Bapa pada tahun 1953 dalam usia 83 tahun, dan sampai akhir hayatnya beliau tetap melayani Jemaat. Ayat kenangan bagi Rev. Johannes Thiessen Sr adalah Ibrani 11:4, ”Karena Iman ia masih berbicara, sesudah ia mati”.

Tidak ada komentar: